Friday, March 19, 2010

Merendah diri itulah ketinggianmu



Sikap merendah atau tawadhu' tanpa menghinakan diri merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Sudahkah kita memilikinya?

Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandungi banyak sifat terpuji lainnya.

Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Ertinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang memerlukan dirimu.

Antonim dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh terhadap orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)

Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya bererti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.

Tahukah anda apa yang diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala kerana tidak memiliki sikap tawadhu’ dan sebaliknya  menyombongkan dirinya.
Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran 

Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat darjat seseorang bahkan mengangkat darjat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)

Fudhail bin Iyadht (seorang ulama generasi tabiin) bila ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah z)

Ibnul Qayyim t dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Perintah untuk Tawadhu’ 

Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)

Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu’, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan darjat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan. 



Bagaimana mengubah diri ke arah sifat 'Rendah diri' atau 'tawadhu'?

Pertama, kenali Allah SWT - Dia mengetahui segalanya tentang dirimu wahai manusia yang sombong. Engkau boleh berlakon dan berselindung dengan manusia, tapi dengan Tuhan Pencipta manusia? Engkau boleh tipu seluruh makhluk, tapi bagaimana dengan Pencipta seluruh alam?
Usah berpenat menghias diri di depan manusia, tapi hiaslah hatimu di hadapan Tuhanmu!

Kedua, kenali dirimu - Senaraikan kelemahanmu, jangan engkau tipu diri sendiri sebagaimana engkau menipu orang lain. Jauh di sudut hatimu - engkau penuh dengan kesilapan, kelemahan dan keaiban.
Bersyukurlah ia tidak diketahui manusia!
Bersyukurlah dan buanglah sifat sombong itu.

Ketiga, kenali orang lain - Begitu ramai orang yang lebih hebat darimu - lebih elok rupa parasnya, lebih tinggi pelajarannya, lebih banyak ilmunya, lebih melimpah hartanya, lebih dikenali, lebih mahir, lebih segalanya dari dirimu.
Engkau langsung tidak setanding dengan mereka!

semoga kita bersama membuang sifat buruk meninggi diri dan memandang rendah kemampuan orang lain.

semoga kita bersama membina dan menyemai sifat rendah diri. 

Macam-macam Tawadhu’ 

Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua:
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657). 

No comments:

Post a Comment

Comment here...

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails